Powered By Blogger

Sunday 20 January 2013

ABERDEEN SNOW



Karume Toraja




Pagi itu, angin bertiup sangat kencang. bukan kali yang pertama. Hampir seminggu terakhir ini, cuaca tidak terlalu bersahabat dengan tubuh Asia sepertiku. Percik salju beterbangan dan angin berhembus bak kucing sedang birahi. ramai menderu tak karuan. Setiap hari selalu  aku tertipu dengan ramalan cuaca. Pagi berangin dan sore hujan salju, tapi kenyataanya pagi angin bersalju dan begitupun sorenya begitu seterusnya. Bagiku tidak ada bedanya, selalu angin dan salju serasi merusak prakiraan kejadian bumi di Negeri ini, negeri para kesatria Highlander. Ya begitulah kira-kira penggambaran daerah utara Inggris raya, tempatku belajar dan menuntut ilmu. Pagi ini pun sama, yang berbeda aku punya banyak rencana sehari ini walupun pasti lazimnya cuaca akan konsisten dengan ketidak pastiannya. Kuawali hari dengan sarapan, aku sedang suka dengan muscle tumis sawi pedas, sebuah menu hasil eksperimen yang secara tidak sengaja kemudian cocok dengan seleraku. Jadilah aku tujuh hari ini tak bosan mengkonsumsi menu homogen ini tanpa jenuh. Tak ada kelas pagi hari ini. Aku akan ke city berbelanja bulanan dengan banyak list yang sudah kubuat. Dengan cuaca seperti ini, siasat yang paling baik adalah menyimpan banyak persediaan makanan, agar tidak payah ketika lapar logistik selalu siap sedia secukupnya. Tak disarankan terlalu sering bepergian di luar saat musim yang extreme seperti ini. Selain berbelanja, aku juga berniat membaca Karume. Rindu dengan tanah kelahiran Tana - Toraja setelah 9 tahun tidak kembali, banyak hal yang kurindu dari Tondok Lepongan bulan. Salah satu dari yang bisa kuingat adalah Karume, sebuah bentuk kekayaan sastra milik Toraya - sebuah bait metafor yang menghibur. Seperti pantun tetapi tidak terikat dengan rima. Biasanya dibaca dan dilakukan ketika sedang santai bersenda gurau, lebih berfungsi sebagai hiburan jenaka yang berpola tebakan namun dirangkai dengan metafora unik yang mengacu kepada sesuatu benda atau pesan. Sudah lama tidak kupakai Basa Toraya ku, tapi cukup lah untuk membaca Karume walupun mungkin tidak sefasih dulu- 9 tahun yang lalu. Sedikit mengobati rindu dan semoga bisa mengunci cintaku pada Tana-Toraja.

DAUN GOGROK




Sebuah Puisi yang terinspirasi dari keanehan-keanehan hidup di negeri orang, segala sesuatu menjadi tampak aneh dan luar biasa, yang sebenarnya adalah hal yang lazim dan tidak istimewa jika terjadi di kampung halaman tercinta, negeri syurga kaya dengan limpahan cahaya mentari, hujan tropis dan hangat sepanjang tahun. Puisi ini cukup mewakili keadaan pelajar rantau yang jauh dari keluarga sanak keluarga, juga anak dan istriku. Kubaca, setelah dibuat puisi ini oleh seorang sahabat dan beliau juga adalah sosok ibu yang banyak menasehati saya untuk tetap wajar ditengah ketidakwajaran lingkungan dan keadaan. Special thanks buat beliau yang sewaktu puisi ini dibuat sedang study sandwic programme di Ohio State University - United States. Beliua membuat puisi ini setelah membaca banyak postingan face book termasuk postingan saya yang saya beri judul Godong Gogrok, yang kemudian menjadi judul puisi beliau. Puisi ini direkam sore hari, sudah masuk winter, dan sang mentari sudah jarang menampakkan diri, sekali ini tumben ada cahaya dan belum terlalu gelap seperti biasanya. Kuambillah pena, segera kutulis ulang puisi ini dan ada teman kebetulan yang sedang mampir ke flat membantu mrekam pembacaan puisi ini. Anginnya sangat kencang, walau sebenarnya lumayan tidak sekencang biasanya, jadi suara nya bercampur baur dengan gemuruh kencang angin yang berhembus sore itu.